Sabtu, 02 Maret 2013

Kurma Aswa Kiyai Karnawi

Jember, 26 Desember 2012.
.
Sekitar pukul 20.00, UKM Teater Tiang dari FKIP menyajikan pertunjukan teater di dalam gedung PKM. Seabelum masuk ruangan, penonton terlebih dahulu mengisi identitas diri. Mulai dari nama, perwakilan dari komunitas atau organisasi apa dan tanda tangan.

Setelah masuk ke dalam gedung PKM, lampu dimatikan. Seluruh ruangan gelap, hanya sedikit cahaya yang masuk dari luar ruangan. Membuat beberapa orang, tikar, sandal yang di lepas dapat terlihat meski gelap. Saya duduk di pojok depan sebelah kanan. Terlihat samar-samar para pemain teater di depan sedang duduk bergerombol.

Tak lama kemudian, ruangan penonton beralas tikar mulai penuh. Tiba-tiba terdengar seorang perempuan dari arah depan dalam gelap. Barangkali pembawa acara atau salah satu panitia. Dia mengucapkan selamat datang, dan memberitahukan kepada penonton tidak boleh menyalakan blits saat memotret, serta mematikan suara telephon genggam, agar tidak mengganggu.

Suara petikan gitar mengiringi hidupnya lampu hijau di sebelah kanan. Satu persatu lampu pentas berwarna kuning dan merah mulai menyala secara perlahan. Tabuhan gendang juga mulai melengkapi nada suara gitar. Segerombolan perempuan yang duduk disebelah kanan menggoyangkan tangan dan badannya lalu menyanyikan sebuah lagu tentang kurma kiyai karnawi dan calon wali kota.

Dari bilik kanan, muncul seorang laki-laki berbadan ramping mengenakan songkok, berbaju batik, celana hitam, berjalan sambil melambaikan tangan. Wajahnya ceria sambil tersenyum mengiringi lagu. “Wakil rakyat yang peduli dengan nasib rakyat, pilih umar rais,” kurang lebih demikian lirik lagunya. Saya baru tahu bahwa pria berbaju batik tersebut merupakan tokoh yang menjadi calon wakil rakyat. Setelah semua telunjuk jari segerombolan perempuan dan laki laki pemain musik menunjuk ke arah pria berbaju batik saat lirik lagu “wakil rakyat ya pilih Umar Rais” dinyanyikan dengan nada tinggi.

Umar Rais seorang pengusaha yang ingin beralih profesi menjadi wali kota. Dia memiliki sopir pribadi bernama Hanafi yang selalu siap melayani Umar Rais kamanapun perginya. Sejak menjadi calon wali kota, Umar Rais semakin sibuk. Ini yang membuat Hanafi mengeluh, karena harus siap membantu kerja-kerja kampanye Umar Rais. Hanafi pun tidak sepakat, jika juragannya menjadi seorang politikus. Akan tetapi, Umar Rais tidak mencalonkan diri, tatapi dicalonkan oleh temannya. “Menjadi politikus enak, dari pada pengusaha, nanti kamu saya jadikan kandidat partai,” Ujar umar saat meyakinkan Hanafi.

Hanafi tetap merasa keberatan jika juragannya menjadi wali kota. Barangkali profesinya sebagai sopir akan menjadi semakin berat untuk membantu kerja juragannya. Mimik muka Hanafi mengkerut, sarung yang dikalungkan di badannya ditarik-tarik dan digoyang dengan tangan, sambil menggelengkan kepala.Suara petikan gitar dan gendang mengiringi tiap adegan.

***

Lampu pertunjukan kembali dimatikan. Sambil diiringi suara petikan gitar lampu hijau sebelah kanan kembali menyala secara perlahan. Umar Rais kembali muncul sambil memanggil Hanafi dengan lantang beberapa kali. Hanafi muncul dari bilik kiri sambil berlari kecil. “Ada apa tuan?” tanya Hanafi.

Umar Rais bercerita tentang seorang kiyai yang sakti, bernama Karnawi. Penduduk yang terkena teluh, atau penyakit yang disebabkan oleh santet. Korban yang terkena teluh digambarkan bersisik. Setelah kiyai memberikan kurma kepada korban, dari pori-porinya keluar paku, potongan kawat, silet, dan dari duburnya keluar ular. Tak lama kemudian korban sembuh.

Koord perempuan dan laki-laki di bagian belakang menguatkan suasana dengan ekspresi jijik. Ada yang bergaya muntah, mengernyitkan dahi sambil menaikkan bahu. Suara “Huek, hiii,” bercampur menjadi satu. Hanafi pun juga demikian, sesudah itu Umar Rais kembali bercerita. Tentang seorang ibu yang hamil berusia 19 bulan. Suaminya resah, takut saat anaknya lahir membawa petaka. Setelah kiyai karnawi memberi kurma aswa kepada ibu tersebut. Anaknya langsung lahir dengan selamat.

Dari alur cerita tersebut, saya agak bingung ketika Umar mengajak Hanafi untuk mengantar ke rumah Kiyai Karnawi, seolah Hanafi masih bertanya siapa kiyai tersebut. Akan tetapi, Hanafi ternyata juga bercerita tentang kesaktian kiyai . Sudah barang tentu pertanyaan Hanafi tentang siapa kiyai karnawi seharusnya tidak muncul.

Hanafi menceritakan, sekelompk petani melakukan aksi demonstrasi yang berujung bentrok dengan aparat militer. Seorang anak kecil kepalanya tertembak. Kiyai Karnawi yang datang di lokasi kejadian juga ditembak. Hanafi memberi contoh menjadi kiyai Karnawi yang ditembak. Temannya maju membawa peluru sebesar paha bayi seolah melemparkan peluru ke arah kiyai. Peluru tersebut kemudian ditangkap oleh kiyai Karnawi. Lalu dijatuhkan kebawah, “Kluthiik,” bunyi peluru yang jatuh ditirukan oleh Hanafi yang menceritakan tidakan kiyai.

***

Sehari sebelum pemilu, Umar Rais menyuruh Hanafi untuk mengambil kurma aswa milik kiyai Karnawi. Tangan Hanafi menyatu, kapalanya bergoyang kesamping kanan dan kiri secara berlahan. “Iya tuan,” jawabnya singkat. Umar Rais lalu pergi. Lampu pertunjukan dimatikan, suara petikan gitar dan gendang berbunyi mengiringi nyala lampu. Hanafi keluar dari bilik kiri berbusana muslim sambil tersenyum ceria. Langkahnya memanjang, tangannya memegang sebiji kurma untuk dipamerkan. Saku bajunya sebelah kanan bawah penuh dengan kurma. Plastik putih yang membungkus kurma di plastik diambil lalu diberikan kepada teman-teman untuk dibagikan.

*Tulisan ini untuk belajar menulis deskripsi dan menarasikan pertunjukan teater.



Tidak ada komentar: