Sabtu, 02 Maret 2013

Bersih Sampah Papuma di Sekitar Sisa Bencana

14, Januari 2013.

Sabtu malam, 12 Januari 2013, saya berada di wisata Tanjung Papuma, Jember bagian selatan. Sekitar pukul tujuh malam saya sampai di sana bersama teman-teman pers mahasiswa yang tergabung dengan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Kota Jember. Tujuan utama datang ke Papuma untuk menjadi relawan bersih Papuma, sambil menikmati pemandangan laut, dan bersenang-senang. Kegiatan tersebut akan dimulai esok harinya, Minggu pagi (13/01).

Kegiatan bersih Papuma ini diselenggarakan oleh pemuda Papuma Lovers dan didukung oleh beberapa teman-teman Pecinta Alam, Palang Merah Indonesia dan dari siswa SMP. Sekitar 150 orang yang menjadi relawan, mulai pukul 08.00 mereka membersihkan sampah yang berserakan.

Pagi itu, teman-teman relawan berkumpul di parkiran Papuma, untuk melakukan Briefing, termasuk kami dari pers. Rz Hakim yang akrab dipanggil Mas bro membuka kegiatan tersebut. Sambil berdiri, ia menjelaskan bahwa kita tidak mungkin membersihkan semua sampah yang berserakan di Papuma. Sampah yang diambil hanya beberapa jenis saja, seperti plastik, kresek, besi, botol kosong dan yang laku dijual.

Hasil penjualan tersebut untuk kepentingan bersama, yaitu disumbangkan untuk pendidikan sekolah. Teman-teman mengambil sampah yang berserakan dengan membawa karung dan ada juga tas kresek untuk dimasukkan kedalamnya. Kegiatan bersih Papuma dilakukan sampai pukul 10.30. Sampah dikumpulkan di pos, tempat menginap, lalu istirahat.Kemudia sampah dikumpulkan di pos.
Cuaca buruk, sampah berserakan

Pengambilan sampah mulai dari kawasan tempat nongkrong pengunjung, jalanan, dan beberapa titik di kawasan Papuma. Akan tetapi, hari itu ada catatan penting yang perlu diwaspadai. Kondisi laut Papuma sedang memburuk. Ombak laut selatan ini sekitar pukul tujuh pagi telah membuat tiga wisatawan dari Surabaya meninggal. “Dua sudah ditemukan, yang satu masih hilang,” ungkap salah satu petugas wisata Papuma yang sedang berkeliling. Untuk memperingatkan kami dan beberapa pengunjung agar tidak mendekati laut Papuma.

Kami dari pers memang sudaah berencana untuk bermalam di Papuma, sebab acara dimulai pagi hari. Kami bermalam di tempat istirahat pengunjung seperti gazebo di sebelah selatan wisata Papuma. Tidak ada penerangan lampu di sana, suara deru ombak terdengar jelas, “blur...blur...,” terdengar semakin jelas saat ombak menghempas bebatuan dan karang. Angin berhembus kencang, terkadang juga pelan. Tidak lama kemudian, petugas wisata Papuma datang dengan menaiki sepeda motor. Ia memperingatkan agar tidak mendekati laut. Sebab, ombak sedang besar. Saya pun memndangi dari jauh warna putih ombak yang menghempas bebatuan lalu menuju ke tepian.

Informasi dari petugas tersebut menjadi perlu diperhatikan saat tak lama kemudian sekitar pukul delapan malam beberapa teman saya bercerita tentang kondisi ombak di sebelah utara wisata Papuma. Secara geografis, wisata Papuma sebelah utara dengan tempat istirahat kami cukup jauh sekitar satu kilo dengan jalan berbelok. Teman-teman saya yang sedang melakukan perjalanan menuju tempat ibadah melihat ombak sampai di warung-warung yang berjarak sekitar lima puluh kilo meter dari laut. Melihat nelayan sedang sibuk menata perahu yang terhempas ombak.

Saya pun penasaran, namun takut. Rasa penasaran tersebut memuncak, sekitar pukul satu dini hari saya dengan satu teman mencoba melihat kondisi ombak dengan jalan kaki. Dari jauh, mulai terlihat lampu-lampu warung masih menyala terang. Semakin dekat dari lokasi, ombak ternyata sudah tidak sampai di halaman warung.Akan tetapi deru ombak masih besar, dengan tinggi sekitar tiga meter. Perahu nelayan sudah tertata di samping beberapa warung. Jalan yang terbuat dari pafing dilapisi pasir pantai. Beberapa batu sebesar helm dan yang lebih kecil berserakan di atas jalan. Pohon-pohon di sekitar bibir pantai hampir semua roboh. Akar pohon yang lama terpendam di dalam tanah, malam itu terlihat jelas. Sampah-sampah belum terlihat jelas malam itu.

Minggu, 13 Januari pukul lima pagi, saya kembali jalan-jalan. Sampah-sampah terlihat berserakan. Sampah tersebut berceceran setelah terhempas ombak. Ada yang masih basah terkena air hujan semalam dan air laut. Beberapa juga bercampur dengan pasir. Para wisatawan ternyata sudah ada yang menggelar tikar di pantai untuk duduk. Ada yang sedang bermain ombak di tepian dan bermain sepak bola. Padahal, pohon-pohon di tepi pantai masih terlihat baru roboh, dan terjadi abrasi. Sejam kemudian, saya mendengar kabar hilangnya tiga pengunjung tertelan ombak.

Sampah berserakan, antara kesadaran dengan fasilitas.


Saat teman-teman melakukan aktifitas bersih sampah disekitar wisata Papuma, terlihat sampah-sampah berserakan akibat tersapu ombak. Sampah plastik, sterofoam, botol kosong, semakin berserakan.
Saya mencoba bertanya kepada salah satu pengunjung Papuma. Sambil duduk-duduk di bawah pohon, Paimin, warga tanggul yang berlibur bersama keluarga sedang menikmati cemilan yang dibungkus tas kresek.
Paimin sebenarnya sangat risih jika melihat sampah berserakan di Papuma. Saat melihat teman-teman dari kami membersihkan sampah, ia mencoba merespon fasilitas tempat sampah yang minim. “Mana, coba lihat. Gak ada kan tempat sampahnya. Padahal banyak pengunjung,” ungkapnya sambil menunjukan tempat sampah sekitar yang nihil.

Saya mencoba mencari lokasi tempat sampah tersebut. Ternyata ada beberapa di sekitar lokasi di dekat jalan. Hanya saja, jarak tempat sampah tersebut dengan keluarga Paimin dan pengunjung lain yang berkumpul di pantai agak jauh. Sekitar 20 meter.
Saya melihat cemilan Paimin mulai habis, tak lama kemudian ia melumat kresek cemilan dengan tangan. Dengan tangan kirinya, ia membuang kresek tersebut disebelahnya. Di bawah pohon.

Tidak ada komentar: