Sabtu, 12 Februari 2011

mawar senja

01/08/2011, 11.42
Mawar kini kau tak seharum dahulu, daunmu, tagkai penopangmu layu sudah,
Kau yang dulu banyak digemari para lelaki, sekarang tak ada lagi
Senjamu di sambut oleh penopang tongkat dan ranjangmu
Banyak orang di sekelilingmu, bukan penggemar,pecinta, nemun mendendangkan doa pengantar senjamu
Warna warni kehidupanmu tak secermerlang dahulu, namun redup dan petanglah sudah
Selamat tinggal mawar, kini hidupmu petang tak ada yang mempu melihat, menerawang ada atau tidak kehidupan setelah matimu

pembebas

Di mana para pembebasan
Terkukus layu di hamparan mata telanjang, menahan aroma kencing para tuan
Kau.. duduk termangu di tengah gerombolan aungan singa
Suaranya mengea di dinding tata rias salon
Menjadi santapan segar tak terlupakan
Sekelumat ku jilat aroma anyir di muka polos
Tangisanmu adalah penambah nafsuku
Permohonan ampunanmu hanyalah kenangan senjamu
Hanya agar kau tenang.. tenang dan diam !! ssetelah itu aku telan
Di mana pahlawan pembebasanmu
Dia hanyalah suara gundahnya aduh, yang mampu ku tepis dengan sayap kekuasaan
Para seniman sedang sibuk melukis bentuk tubuh eksotis para penari telanjang
Karna tawaran kebutuhan, bukan perlawanan
Dimana, aku menunggu pembebasanmu

perlunya menulis dan membaca


Perlunya menulis dan membaca

“Teruslah menulis apapun yang terjadi”, salah satu ungkapan yang pernah dikatakan oleh temen saya diki, yang ia kutip dari karya pramoedya ananta toer. Saat itu saya sedikit penasaran dan mulai tertarik untuk mempelajari karya-karya pram, saat ini saya juga sedang belajar memasukan rutinitas membaca dan menulis dalam hidup saya, budaya membaca dan menulis ternyata memang perlu di gerakan agar manusia tidak tertelan oleh sejarah kehidupan dan bangsanya sendiri, sangat ironis sekali jika kita tidak mengetahui kronologi sejarah bangsa dan kehidupan kita masing-masing, untuk itu perlu sebuah tulisan yang dapat mengorek ingatan kita, ketika kita lupa dengan sejarah. Tulisan-tulisan yang tertera di buku dalam bentuk cerpen, novel, puisi, dan jenis tulisan lain, yang menuliskan tentang  informasi, kritikan, ilmu pengetahuan, ternyata mampu  membuat geli telinga pemerintah hingga meruntuhkan kekuasaan, setelah kebenaran terungkap.
Kemarin saya sempat membaca salah satu karya monumental dari seorang sastrawan pramoedya ananta toer yang berjudul rumah kaca, tetralogi pulau buru, sebuah novel yang mengulas tentang pergerakan pemuda zaman kolonial dari pemerintahan hindia belanda, buku ini sempat menjadi momok para penguasa kolonial karna mengancam runtuhnya kekuasaan, dan juga ketika bangsa indonesia sudah meraih kemerdekaannya, karya-karya pram ini juga masih di anggap sesat pemerintah indonesia, setelah era revormasi kemerdekaan dengan runtuhnya orde baru pada masa pemerintahan soeharto, buku-buku yang terlarang termasuk karya pram ini mulai di kenal publik dengan ferssi pemahaman yang berbeda, membuka jendela pemikiran bangsa indonesia terhadap fasisme pemerintaan soeharto yang tanpa demokrasi, dan kekuasaan yang absolut itu,
pram menulis saat mendekam di penjara tanpa proses pengadilan di pulau buru, karna ia di anggap pro dengan PKI, juga dengan kumpulan naskah yang di tulis oleh kaum aktivis  pergerakan. Ia mendiskripsikan dengan ilustrasi sempat menjadi seorang pangamanan di pemerintahan kolonial walaupun peran tersebut sebenarnya membuat ia harus bermuka dua dan menjalankan kemunafikan, pram di suruh oleh gubermen (tuan atasannya) untuk menjadi redaksi yang di tulis di media, tulisan-tulisan yang sekiranya menjatuhkan, mengancam, atau pahit jika di baca oleh pemerintah kolonial maka harus di singkirkan, seakan ia harus mengecat realita dengan warna kesukaan kolonial walaupun kontras dengan pendapat pram sendiri
Pemerintah kolonial tidak memberi kesempatan kepada orang-orang pribumi untuk mengenyam pendidikan, hanya orang-orang dari kalangan priyai dan bangsawan yang mampu menimba pengetahuan, mungkin mereka takut kalau orang-orang pribumi pintar, karena akan berangan- angan, berontak dari kehidupan yang di tentukan oleh sistem kolonial, aku yakin pada saat itu pram hatinya sangat teriris untuk melakukan pekerjaan tersebut, ,  Ia merasa manjadi seorang yang tidak mempunyai prinsip dalam hidupnya sebagai seorang pribumi, apalagi honor 18 gulden hingga ia di anggakat sebagai algemeenne secretarie dengan ggaji 200 gulden  yang ia kantongi  dari gubermen tersebut ia  gunakan untuk menghidupi  keempat anak dan istrinya yang sangat setia itu, Ia pernah menuturi anak-anak nya, “ nak jadilah orang seperti yang di cita-citakan peradaban Eropa, yang mempunyai prinsip, dan kepribadian dalam hidup, bebas dari ambisi “. Pram merasa hidupnya tertekan dengan sistem kolonial yang menindas bangsanya yang mungkin dirasa nyaman oleh bangsa indonesia karena terlapau terbiasa, atau bahkan tidak sadar,
Fenomena tersebut juga serupa dengan apa yang di alami oleh korea, ketika imperialisme jepang ingin memperluas kekuasaannya di korea pada kisaran abad 19-20, dan bersaing dengan rusia untuk meperebutkan wilayah semenanjung korea ( manchuria), jepang membatasi hal-hal yang bersifat berpengetahuan bagi korea  untuk mempertahankan kekuasaanya, dengan mengkoreksi tulisan-tulisan pers yang dimuat di media, melarang pengajaran bahasa, kesenian korea di instansi pendidikan, Hingga pergerakan  reformasi kemerdekaan di lakukan.
Setelah rezim seoharto runtuh pada tahun 1998-1999, sistem-sistem demokrasi, hukum, keadilan yang berlandaskan dengan ideologi pancasila yang tadinya hanya menjadi hiasan saja, pada saat itu mulai di terapkan lagi sampai sekarang,  namun ternyata seperti ada sebuah warisan dosa dari para pemerintah kolonial sampai sekarang, terbukti dengan kasus-kasus korupsi yang masih banyak terjadi dan tidak diselesaikan secara adil,  undang-undang pokok keagrariaan  yang sudah diterapkan pada masa pasca kemerdekaanpun ternyata juga masih menjadi hiasan, malah kontras dengan apa yag tercantum dalam ketetapan tersebut yang katanya mementingkan kaum rakyat, terbukti dengan konflik-konflik tanah yang masih terjadi,  embrio penyebabnya adalah mafia suap para pengusaha yang pro dengan oknum, militer atau birokrasi. Karna nafsu otoriter, kapital dan fedodal, masih menjadi hasrat yang belum hilang dari warisan kolonial tersebut,
 terkait dengan masalah menulis yang juga dapat menjadi pestisida dari penyakit yang masih melekat dengan nafsu para penguasa, dengan cara di publikasi melalu media,dan di dukung dengan kemajuan teknologi, yang menuangkan berita, informasi, pengetahuan sehingga mampu menjadi salah satu motor penggerak kaum masyarakat, buruh, proletar untuk bergerak melawan penindasan, di samping itu juga sebagai pengetahuan sebelum bergerak, misalnya saja hanya ikut demo teriak-teriak yang tidak sesuai dengan semestinya, hingga suaranya habis tiada guna, karna mungkin para penguasa juga sudah terbiasa dengan teriakan-teriakan itu atau hanya bersembunyi di balik gedung dengan di lindungi pasukan militernya , bisa menyakitkan lagi jika ia di kasih kritikan melalui tulisan tanpa harus teriak, yang mampu menyakiti namun tidak melukai, salah satu pemuda aktifis bernama gie dalam biografinya yang di bukukan oleh jhon maxwell  tersebut juga pernah mengatakan “ manusia yang tidak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah” ia juga salah satu pemuda yang aktif dalam menulis, juga menentang penindasan dan seorang yang humannis, dari pernyatannya tersebut kritikan bukan untuk di takuti namun sebagai refleksi diri dari kesalahan untk menjadi lebh baik. Ia mengungkapkan saat guru di sekolahannya merasa paling benar dan tidak tahan kritik,dan selanjutnya ia mengungkapkan “guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan kerbau”
Dari sadikit kronologis kejadian di atas seperti terjadi sebuah pengulangan-pengulangan  kejadian sejarah dengan kerangka sistem yang bisa di katakan serupa namun dengan versi yang berbeda karna dalam konteks yang berbeda. Imperialisme memang identik dengan penindasan, pemerasan serta pembodohan agar jiwa nasionalismenya rendah den terpecah-pecah, mereka seakan takut dengan kritikan-kritikan yang menjatuhkan, karna memang itu tujuan mereka agar kekuasaannya bertahan, namun di samping itu pram juga pernah mengatakan bahwa negara akan menjadi besar dan kuat ketika pernah di jajah, jika di tarik kesimpulan dari pernyataan pram tersebut bahwasanya sebagai pembelajaran dan refleksi dari sebuah kesalahan, yang mungkin bangsa indonesia belum bisa mengambil sebuah pelajaran dari kekalahan yang pernah di alami sabagai pelajaran, untuk itu budaya menulis, membaca pengetahuan, memahami sejarah sebagai pelajaran kedepan, memang harus di gerakkan untuk menjalani kehidupan,


v