Jumat, 16 November 2012

Sanksi Beban Moral Untuk Pelaku Korupsi



Kasus korupsi di Indonesia seolah sudah membudaya. Kasus century sejak 2009 sampai sekarang belum selesai, begitu pula kasus simulator sim. Penyelesaian Kedua kasus korupsi tersebut terkesan tidak ada ketegasan. Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) belum memiliki taring untuk memberantas tersangka korupsi, jika melihat kasus simulator sim, antara KPK dan Polri yang pernah berebut wewenang untuk menyelesaikan kasus tersebut. Keduanya bukan saling membantu, apa karena yang diduga menjadi tersangka adalah dari pihak Polri?. Masyarakat bisa menilai, seakan kasus tersebut sengaja dilindungi oleh polri.

Dalam kerangka negara demokrasi, kebebasan berpendapat, berfikir, bertindak, merupakan hak setiap warga negara. Kebebasan tersebut sudah diatur dan dibatasi oleh undang-undang negara, agar tidak ada yang dirugikan. Pemerintah membuat undang-undang tersebut untuk kepentingan umum.

ketika undang-undang untuk mencegah terjadinya kasus korupsi masih sulit membuat pelaku jera, maka perlu perubahan undang-undang. Tindak pidana korupsi selain dihukum penjara dan denda, juga harus diberi sangsi moral. Pelaku harus menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia lewat berbagai media secara berulang. Bisa 50-100 kali, misalnya dalam kurun waktu satu minggu sekali, disesuaikan dengan bobot kasus korupsi yang dilakukan. Hal ini bertujuan bisa membuat pelaku jera dan memiliki beban moral. Jika ungkapan permohonan maaf secara pribadi masih belum sepenuh hati, dalam artian apa yang diungkapkan belum sesuai dengan akal fikir, paling tidak hal tersebut diungkapkan secara berulang agar menjadi kebenaran, juga bagi dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan Hitler ‘kebohongan yang diserukan berkali-kali akan menjadi kebenaran’.



Kamis, 15 November 2012

Korupsi Merupakan Masalah Bersama?


Permasalahan kopursi di Indonesia memang sudah mendarah daging, seakan menjadi pelumas kerja-kerja pemerintah. Jika tidak korupsi, maka pekerjaan akan tersendat. Kasus Simulator Sim yang dialami oleh polri barangkali merupakan ujung kejenuhan masyarakat. Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga pemberantas korupsi di Indonesia masih kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Nyatanya, Polri dengan KPK masih berebut hak untuk menuntaskan kasus simulator sim, bukan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, meski secara teori kedua lembaga tersebut sama-sama ingin menyelesaikan ‘satu kasus’ secara jujur.

Korupsi bagi saya merupakan salah satu penyebab dominan terjadinya kemiskinan struktural. Istilah yang kaya semakin kaya, dan si miskin menjadi semakin miskin seakan menjadi nyata. Sebab, uang hasil korupsi yang seharusnya digunakan kepentingan bersama, menjadi kepentingan pribadi.

Misalkan uang untuk subsidi pendidikan dikorupsi, lalu digantikan dengan pungutan liar, yang muncul adalah ‘pendidikan itu mahal’ dan tidak bisa diakses oleh lapisan kelas bawah. Padahal konstruksi pendidikan formal di Indonesia merupakan salah satu jalan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Ijazah sebagai legitimasi mendapat pekerjaan layak dan sebagainya.

Budaya korupsi Indonesia, tidak terlepas dari akar sejarah pemerintahan di Indonesia, mulai sebelum merdeka. Meski sudah merdeka, budaya korupsi masih saja lestari. Sebab tidak adanya peraturan yang tegas untuk merubah undang undang yang membuat pemerintah jera melakukan tindak korupsi. Bahkan cenderung tetap dibiarkan berkembang biak.

Mulai berlangsungnya penjajahan kolonial Belanda, budaya korupsi sudah menjadi hal lumrah bagi para bangsawan atau elit desa. Kolonial belanda hanya memanfaatkan elit desa seperti pamong praja untuk menarik pajak berupa hasil bumi dari rakyat. Siapa yang paling banyak dan tepat waktu menarik pajak, maka para bangsawan akan lebih dihargai oleh kolonial Belanda. Para elit desa bisa menarik pajak melebihi jumlah yang sudah ditentukan oleh kolonial Belanda.i

Peralihan kekuasaan dari Belanda, juga masih terjadi praktik korupsi. Ketika Jepang mampu menaklukan Amerika, tahun 1942 pada perang dunia ke II, bangsa Indonesia turut merayakannya, sebab Jepang membantu mengusir Kolonial Belanda di Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut hanya bersifat sementara. Jepang hanya memanfaatkan rakyat Indonesia untuk menanam tanaman nonsubsisten, untuk kebutuhan perang, seperti karet. Maka dari itu, semua kebutuhan pangan, sampai pakaian, dikelola langsung oleh Jepang. Sampai muncul peraturan yang melarang penimbunan barang hasil bumi.ii

Di era revolusi pada pemerintahan orde lama 1947, dibeberapa daerah yang belum mengetahui betul kemerdekaan, masih menerapkan peraturan melarang menimbun seperti masa pemerintahan Jepang.iii Akan tetapi peraturan tersebut hanya berlaku untuk rakyat, tidak berlaku bagi pemerintah atau militer.iv

Jika memang konsep negara demokrasi, pemerintah lebih mendahulukan kepentingan rakyat, maka permasalahan korupsi harusnya tidak sampai membudaya. Melainkan cukup menjadi permasalahan yang kasuistis, atau tidak berlaku secara umum. Bisa diminimalisir lewat peraturan pidana secara tegas dan sistematis, ketika dipenjara atau sekedar denda tidak membuat jera. Jika tidak, ketimpangan antara pemerintah dan masyarakat akan terus terjadi. Istilah kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya hanya menjadi lembaran sejarah, tidak benar-benar dirasakan bangsa Indonesia.

Secara politis Indonesia memang sudah merdeka, tetapi rakyat belum sejahtera. Korupsi masih membudaya, belum menjadi musuh bersama. Ketika ditingkatan politis, atau lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan kasus korupsi belum didukung secara penuh dan menyeluruh. Dukungan tersebut akan lebih cepat jika langsung dari pemerintah. Sebab Rakyat hanya memiliki suara, yang masih dipertimbangkan lewat badan eksekutif. Jika pemerintah belum mendukung, dan masih saling melindungi jika terjadi kasus korupsi, maka celah-celah untuk terus melakukan tindakan korupsi akan terus terjadi.

Dalam kerangka negara demokrasi, rakyat dalam konteks kepentingan negara, berhak bersuara. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada masa reformasi 1998, merupakan puncak kejenuhan rakyat. Rezim Soeharto akhirnya runtuh, ketika semua elemen di masyarakat bersatu. Menjadikan orde baru sebagai musuh bersama. Semua Ideologi dalam organisasi yang memiliki tujuan berbeda, bisa menyatu. Ada yang melawan lewat kesenian, tulisan v, demo. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi maupun yang tidak, semua seakan bersatu untuk sejenak meninggalkan bangku perkuliahan.

Sama halnya dengan permasalahan korupsi, ketika rakyat bisa bersatu, dan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, bisa jadi akan terjadi budaya baru untuk menghapuskan korupsi. Meski permasalahan yang kita alami sekarang tidak sama dengan era Orde baru. Jika orde baru musuhnya jelas, yaitu Soeharto, kalau sekarang adalah ‘budaya’ korupsi.

Untuk mengubah pola fikir yang sudah membudaya bisa dikatakan memang sulit. Peran kelas menengah seperti guru, wartawan, dosen dan kelompok akademisi memang perlu digerakan untuk memberi pemahaman terhadap bahaya korupsi. Pemahaman tersebut bukan hanya bagi pemerintah, dan masyarakat, melainkan untuk generasi penerus.

Seperti yang dikatakan Antonio Gramsci tentang konsep Hegemoni kekuasaan, peran kelas menengah menjadi basis suprastruktur untuk mengubah pola fikir masyarakat agar terjadi revolusi ideologis.vi Proses penyadarannya bisa dengan beragam cara, lewat tulisan, musik atau karya seni. Hal ini juga pernah terjadi pada abad pertengahan di Eropa, ketika dominasi gereja membatasi kebebasan berfikir dan ilmu pengetahuan. Sebab kebenaran yang mutlak hanya ajaran gereja, tentang bumi itu datar dan matahari yang mengelilingi bumi. Hingga muncul pemikir seperti Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat dan Martin Luther yang menentang ajaran penebusan dosa dengan membeli undulgensia.vii Sampai berkembangnya ilmu pengetahuan untuk memberikan penyadaran agar selalu mempertanyakan kebenaran.

Salah satu bentuk perlawanan lewat tulisan memang tidak dapat melukai, namun bisa lebih menyakiti. Seperti lewat tulisan di media pers, selain kita dituntut berani terbuka dan bertanggung jawab atas apa yang kita katakan. Oleh karena itu, gagasan lewat tulisan yang dipublikasi merupakan salah satu pilar demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. Selain itu, seni juga merupakan media yang efektif untuk memberikan penyadaran, lewat kebebasan berbicara dan berkarya.

Pengajaran kurikulum tentang penjegahan korupsi memang harus diterapkan sejak dini, lewat pelajaran sekolah maupun perguruan tinggi. Jika memang ingin membentuk budaya baru tentang bahaya korupsi lewat pengajaran sejak dini. Sebab generasi bangsa lah yang nantinya akan menggantikan posisi pemerintahan, dan pasti bagi mereka yang berkualitas secara moral dan pemikiran. Agar tidak bannyak orang bodoh yang duduk di kursi pemerintahan, dan berlagak jadi tuan besar, sedang orang yang pandai hanya menjadi penjual kacang. Selain memang budaya korupsi dapat dihapuskan, dan tidak ada lagi kegelisahan seputar korupsi.

Refrensi:

Kompas.Com
Arsip Koran: Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie
http://persma-ideas.blogspot.com
Lucas, E Antony. Peristiwa Tiga daerah. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1989
Gramsci, Antonio. Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Sundoro, Muhammad Hadi. 2006. Sejarah Peradaban Barat Klasik. Jember: UPT Penerbitan Universitas Negeri Jember.



i Lucas. Peristiwa Tiga daerah (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1989)

ii Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, koran ‘pembangoen’, edisi 26 november 1943, tentang pembagian makanan untuk rakyat dimasa perang, bahwa pada 25 November 1943 di Bogor telah diadakan rapat umum di pimpin oleh Hoa Kiau Chung Hwee, hasil rapat tersebut telah disepakati lima keputusan antara lain menyokong pemerintah dengan sekuat kuatnya dibelakang garis perang, bersumpah mengerahkan segala tenaga dalam urusan pembagian barang, menjauhkan kelakuan dan perbuatan yang merintangi soal pembagian barang makanan, serta bersama sama mengajukan permintaan pada yang berwajib untuk menjatuhkan hukuman seberat beratnya terhadap mereka yang berbuat curang, bersumpah mengemat pemakaian beras, tidak menimbun beras dan senantiasa mempergunakan barang makanan tambahan, kemudian yang terakhir untuk membuktikan keputusan tersebut diatas, memutuskan mendirikan penyokong diantara rakyat jelata dengan membentuk badan penyokong soal barang makanan dalam masa perang.

iii Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, Peraturan undang-undang di besuki yang dimuat dalam koran ‘Berita Republik Indonesia’ edisi 1 Januari 1947. Sebuah peraturan yang dirumuskan oleh badan eksekutif tanggal 26-8-1946 dan dengan persetujuan Komite Nasional Daerah Keresidenan Besuki. Dalam Undang-undang nomor 12 pasl 1 tentang larangan menimbun barang. yang berisi “siapapoen tidak boleh mengoempoelkan barang dengan tidak sepatoetnya ataoe menahan barang yang sepatoetnya didjoeal.” Lebih lanjut dalam pasal dua, “barang terseboet merorpakan segala hasil boemi. Perkeboenan, peroesahaan, keradjinan, dan perindoestrian, barang siapa yang melanggar peratoeran ini di hoekoem kurungan paling lama tiga boelan, dengan denda seratoes roepiah, sedangkan barangnya dapat dirampas, walaoepun barang itoe kepoenyaan orang lain dari jang di hoekoem’ Keputusan tersebut disahkan di Bondowoso, 19-09-1946, Mr Soerjadi sebagai Residen Besoeki waktu itu.

iv Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, Lop.cit Edisi 01-09-1046,

v Lembaga Pers Mahasiswa Sastra, tahun 1994 pernah mengalami tekanan dari
pemerintah orde baru. Media Suara Aspirasi Sastra (SAS) di bredel, karena telah mewawancarai Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis novel yang bergabung dengan Lembaga kesenian rakyat (Lekra), sebuah lembaga yang dilarang era Orde baru. Lihat http://persma-ideas.blogspot.com diakses pada 12 November 2012.

vi Gramsci, Negara dan Hegemoni, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
yii Hadi Sundoro, Sejarah Peradaban Barat Klasik. Surat penebusan dosa dimanfaatkan untuk kepentingan gereja, dosa manusia bisa ditebus dengan membeli surat penebusan dosa (Undulgensia).

vii Hadi Sundoro, Sejarah Peradaban Barat Klasik. Surat penebusan dosa dimanfaatkan untuk kepentingan gereja, dosa manusia bisa ditebus dengan membeli surat penebusan dosa (Undulgensia).

Senin, 12 November 2012

Nilai Tradisional Terbingkai Modernitas

Pukul 11.00
Selasa, 9 Oktober 2012.


Mengapa toko sekelas Indomaret, Alfamart dikatakan sebagai toko modern? toko tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan toko kelontong, sebab sama-sama berdagang. Hanya ada kata ‘Modern’ yang artinya sikap dan cara berfikir, bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Ada hal yang instan untuk memudahkan aktifitas manusia, dalam hal kemajuan teknologi maupun ilmu pengetahuan. Akan tetapi jika modernitas tidak diimbangi dengan nilai kultural yang sudah tertanam di masyarakat, bisa jadi nilai-nilai tersebut akan hilang.

Ada semacam transisi menuju perubahan yang lebih memudahkan masyarakat, yaitu modernitas itu sendiri. Berawal dari Perkembangan teknologi, ditandai setelah Revolusi Industri Inggris, pada pertengahan abad 18. Maka timbul negara industri, berwajah kapitalisme. Dengan meraup keuntungan sebesar mungkin, dari modal yang ditanamkan. Masyarakat yang awalnya membajak sawah memanfaatkan tenaga sapi beralih ke mesin traktor. Buruh petani dengan peralatan sabit digantikan mesin pemotong. Semua berlarian menuju satu titik, untuk bertahan hidup, yaitu menjadi buruh Industri.

Pasca Revolusi Industri Inggris, perkembangan kapitalisme memang semakin menjamur, terutama di dunia ke tiga, yaitu Indonesia. Dari situlah muncul pemikir seperti Marx, Gramsci, untuk membela kaum buruh. Agar mendapat perlakuan yang manusiawi, sebab para buruh bukan mesin dan hidup bukan hanya untuk bekerja, melainkan juga berkumpul dengan keluarga, teman. Waktu mereka tersita ketika sistem yang ditetapkan pemodal tidak memanusiakan manusia, melainkan memesinkan manusia. Kita bisa melihat, di depan Toko Indomaret, terdapat petanda 24 Jam buka, yang artinya setiap hari tanpa ada jeda toko tersebut siap melayani pembeli.

Barangkali setiap karyawan atau bahasa naturalnya ‘buruh’ Indomaret, tidak mengetahui siapa bos atau pemilik toko, tempat dimana mereka bekerja. Tugas karyawan hanya melakukan tugas sesuai perintah atasan. Misalkan dengan menyambut pembeli dengan ‘seuntai senyum’, ditambah beberapa patah kata. Seperti ‘’Selamat berbelanja, ada yang bisa saya bantu”. Setelah pembeli membayar prodak yang tersedia, karyawan tersebut kembali berbunyi “Terima kasih,Selamat berbelanja kembali.”

Saya memang pernah membeli produk Indomaret, para karyawan tersebut seolah tetap menyapa. Meski tidak saya hiraukan. Setiap patah kata yang diungkapkan, disertai mimik muka ceria, seolah senang menyambut kedatangan pembeli. Hal tersebut rasanya tidak diungkapkan atas keinginan pribadi, atau untuk dirinya sendiri, melainkan untuk pemodal. Apalagi hal tersebut diungkapkan berulangkali, bukan lagi berasal dari ungkapan pribadi, tetapi menjadi kebiasaan seolah tanpa sadar, sebab ucapan terimakasih tersebut diciptakan pemodal. Barangkali itu salah satu kritik dari Marx tentang konsep alienasi.

Sebenarnya apa yang membedakan antara toko modern dengan pasar tradional. Pasar tradisional dikerjakan dan dikelola oleh pedagang itu sendiri. Mulai dari mencari barang dagangan, sampai perhitungan untung rugi, pedagang rasakan sendiri. Berbeda dengan toko modern, pemodal besar seperti Indomaret membuka jaringan di setiap sudut kota. Sudah pasti bukan pemodal sendiri yang bekerja, melainkan buruh.

Ada ketimpangan antara pasar tradisional dan toko modern, yang membuat persaingan dagang mereka secara tidak langsung ada ‘menang dan kalah’. Ketika jarak antar toko modern tidak dibatasi minimal dua kilo meter, bisa jadi toko/pasar tradisional (pengecer) kurang laku. Kita bisa melihat dikawasan jalan Universitas Jember, mulai dijalan Jawa, Kalimantan, Sumatra, Mastrib, Karimata, semua terdapat Indomaret dan Alfamaret. Jarak toko modern tersebut tidak sampai dua kilo meter antara yang satu dengan lainnya.

Selain itu, ketika jumlah toko berjejaring tidak dibatasi oleh pemerintah daerah, maka toko tradisional yang dirugikan, bahkan mati dipasaran. Pemodal sudah menyediakan segala fasilitas dan pelayanan yang membuat pelanggan merasa nyaman. Seperti ruangan ber Air Conditioning (AC), harga relativ lebih murah, ketika lantai kotor sedikit langsung di pel, bisa membayar dengan kartu ATM, sampai menyediakan pulsa. Hal ini bertujuan merebut perhatian konsumen dengan menyediakan hampir segala kebutuhan pokok masyarakat kekinian.

Jika konsep negara demokrasi mendahulukan kepentingan rakyat kelas menengah kebawah, sudah seharusnya hal ini tidak terjadi. Sampai sekarang, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Jember, belum menetapkan UU yang mengatur tentang toko berjejaring. Entah apa yang menjadi alasa Pemda. Bisa jadi hal ini bisa dijadikan kesempatan toko berjejaring untuk melebarkan sayap.

Iklan mengubah budaya lisan

Nilai kemasan menjelma menjadi citra yang memuaskan, bukan lagi kebutuhan terhadap isi. Ketika iklan mampu mengkonstruk pemikiran publik untuk tertarik ‘membeli produk’ yang ditawarkan toko modern. Biasanya lewat selebaran daftar harga produk yang disebarkan dijalanan dan perumahan.

Pasar tradisional memang tidak pernah menawarkan barang dagangan lewat, reklame, maupun media. Selain memang tidak ada yang istimewa seperti di toko modern, kecuali pemandangan kumuh, dan tata ruang yang berdesakan.

Satu-satunya cara yang dilakukan pedagang di pasar tradisional untuk menarik pembeli hanya dengan menyajikan barang dagangan disertai penawaran secara ‘lisan’. Ada beragam cara untuk menawarkan barang dagangan, sesuai kreatifitas pedagang. Secara tidak langsung, hal tersebut mengajak pembeli untuk berinteraksi.

Ada nilai sosial dalam aktifitas pasar tradisional yang lebih natural. Mulai dari pedagang dan pembeli yang saling membutuhkan. Jika diamati, mereka tidak hanya berinteraksi sebatas proses jual beli. Ada hal lain yang bisa saja muncul dalam perbincangan, entah terkait naiknya harga sembako, atau seputar isu kekinian. Hal tersebut dilakukan sesuai keinginan mereka, dan dengan siapa pun.

Harga barang di pasar tradisional tidak mutlak, budaya tawar menawar masih tetap melekat. Caranya memang bisa beragam, misalnya uang pembeli kurang, bisa ditukar dengan barang yang kita punya, hutang, atau dibayar dengan cicilan.

Berbeda dengan toko modern, produk yang dijual sudah dilabel sesuai dengan harga yang ditentukan. Tidak ada proses tawar menawar, harga produk sudah mutlak. Jika uang pembeli kurang 50 rupiah saja, sudah pasti barang yang diinginkan tidak bisa terbeli. Strategi pemodal untuk merebut pasar memang cerdik, entah lewat diskon dengan promosi lewat selebaran.

Pasar tradisonal memang hanya menawarkan isi, dalam artian bentuk barang dagangan apa adanya. Tidak dikemas untuk menunjukan identitas lebih. Jika kita membeli kripik di Jalan jawa, dibandingkan dengan kripik di Indomaret, apa yang berbeda. Jika kripik tersebut sama-sama terbuat dari singkong, dan masalah rasa, itu persoalan selera. Perbedaannya hanyalah kemasan dan cara membeli.

Jika pedagang kripik jalan jawa hanya membungkus dengan tas kresek, dan beberapa potong kata dari pedagang untuk menawarkan kripik untuk dicicipi. Berbeda dengan Toko modern, bisa jadi pembeli menginginkan hal lain, selain kebutuhan konsumsi kripik. Yaitu citra.

Terserah pembeli mau memilih produk pasar tradisional atau modern. Namun sudah pasti ada yang dirugikan dan diuntungkan. Antara pemodal besar dan kecil.
Tahun 1960, peredaran uang mulai membengkak. Terutama era Orde baru (Orba), terjadi transisi ciptaan soeharto, antara lain mensubsidi kebutuhan logistik dan BBM. Masa krisis Orde lama disulap lewat hutang luar negri, dengan jaminan Sumber Daya Alam (SDA), untuk memenuhi keinginan masyarakat secara cepat.

Uang menjadi alat tukar yang efektif dan instan, nilai nilai kultural seperti barter sudah berkurang. Sebab harga kebutuhan pokok serba murah dan terjangkau. Saya masih ingat, tahun 1997 an, harga nasi pecel masih 200 rupiah, harga minyak tanah masih 450 an. Jika dibandingkan dengan sekarang, sudah terlampau jauh lebih mahal. Persaingan dagang muncul setelah tahun 1998, saat Indonesia mengalami krisis. Harga kebutuhan pokok melonjak mahal, hutang luar negri oleh soeharto baru diketahui oleh masyarakat, dan sampai sekarang belum lunas. Masyarakat yang miskin semakin terpuruk, para pemodal masih bertahan untuk survaif. Indomaret pun pertama kali didirikan tahun 1998.

Dalam sejarah ciptaan Soeharto, tidak jauh seperti pujangga membuatkan cerita untuk raja, seperti penulisan sejarah tradisional yang berisi pencitraan raja. Pujangga Soeharto salah satunya yang menulis Sejarah Nasional Indonesia, oleh Prof. Nugroho Notosusanto. Buku tersebut merupakan versi Orde baru yang sudah ‘diresmikan’ kebenarannya untuk diajarkan kepada siswa. Dalam buku tersebut, sudah pasti ada fakta yang difiktifkan. Salah satunya seputar peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) yang wajib diakhiri dengan garis miring Partai Komunis Indinesia (/PKI). Untuk menunjukan PKI merupakan dalang peristiwa tersebut. Jika tidak mau, bersiaplah berhadapan dengan mocong senjata. Selain itu, dalam buku Sejarah nasional tersebut permasalahan ekonomi tidak dibahas apa adanya, sebab itulah versi sejarah positivis.

Jika ilmu pengetahuan bersifat dinamis, maka ada celah untuk mempertanyakan
kebenarannya. Selama menemukan bukti baru yang ontentik dan objektif. Sejarah nasional versi Orba sudah mengkonstruk pemikiran generasi Indonesia untuk mengagungkan Soeharto, militer serta kroni kroninya. Terbukti selama 32 tahun kekuasaan Soeharto bertahan. Siapa yang tidak kagum, ketika Soeharto berhasil menerapkan hegemoni kekuasaanya. Masyarakat dibuat tidak sadar, dengan cara pemikiran satu fram. Kaum Intelektual yang kritis tidak bisa menyadarkan masyarakat, karena telah dibungkam. Kebencian masyarakat terhadap PKI (atas provokasi Soeharto) terpenuhi. Dengan mengesahkan TAP/MPRS tentang pelarangan ajaran Marxisme dan leninisme. Membuat ia dikagumi.

Sabtu, 04 Februari 2012

Perjalanan historiografi indonesia

Mulai dari periodesasi dikenalnya tulisan di indonesia. Berawal dari masa kerajaan atau yang lebih akrabnya dikenal zaman tradisonal. Pada masa ini tulisan yang disajikan mengandung nilai subjektifitas penuh dari penulis dan memiliki muatan kepentingan raja (Politik) sebagai sarana legitimasi untuk mempertahankan kedudukan, agar diakui kekuasaan, dan lain sebagainya terkait dengan kepentingan sebuah rezim. Jenis tulisan tradisional yang sudah banyak dikenal berupa babad, serat, hikayat dan masih bnayk lagi.

Memasuki era perubahan ketika indonesia dimasuki oleh para kolonial dari belanda. Indonesia dijajah selama 300 tahun. Jenis tulisan yang disajikan bermuatan adalah eropa sentris. Warisan sistem pemerintahan tradisional masih melekat secara kultur di masyarakat. Sehingga pihak kolonial juga menerapkan sistem tersebut untuk dimanfaatkan sebagai media kontrol sosial. Mulai dari pemanfaatan orang orang bangsawan pribumi yang notabene dihormati dibagian masyarakat saudagar dan buruh. Para bangsawan tersebut dimanfaatkan sebagai anak buah pemerintahan kolonial untuk menjalankan proses kolonialisasi.

Tulisan sejarah yang dimuat hanya menuliskan orang-orang besar. Semua orang yang berani malawan akan di adili dan diasingkan. Masyarakat dibuat tidak tahu dengan kondisi pemerintahan yang sebenarnya. Selain itu rasa nasionalime juga dibekukan. Tidak heran jika media, maupun berbagaia tulisan yang memuat kritik akan di tenggelamkan. Misalnya saja karya Pramoedya Ananta Toer, Mas Marco yang menuliskan kritik era kolonial meskipun dalam bentuk karya sastra juga di hapus atau dilarang untuk dibaca. Orang-orang yang menuliskan sejarah zaman tersebut kebanyakan orang eropa sendiri. Maka tulisan yang dihasilkan juga beraliran eropa sentris.
Jika dibandingkan dengan zaman tradisional masa kerajaan. Penulisan sejarah memang sudah mengalami kamajuan di era kolonial. Ini yang disebut sebagai perubahan modern dalam penulisan. Mereka sudah menggunakan metodelogi dalam penulisan. Artinya tidak bersifat subyektif. Hanya saja masih muncul kepentingan politik dalam penulisan tersebut.

Setelah indonesia menemukan jati dirinya berupa kemerdekaan, Dipimpin oleh presiden soekarno yang ber idiologi sosialis komunis, akhirnya banyak ditemukan orang-orang yang berani melawan pada masa kolonial yang pada waktu itu disebut sebagai ‘peberontak’, kali ini di era pergerakan kemerdekaan (nasionalisme) dijadikan sebagai pahlawan. Jiwa zaman yang demikian memunculkan sebuah pengakuan sejarah yang menuliskan orang orang besar sebagai pahlwan termasuk soekarno sendiri. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan rasa nasionalisme bangsa indonesia yang baru merdeka.

Kondisi yang demikian membuat pemahaman sejarah berlawanan. Yang awalnya pada zaman kolonial orang-orang yang berani malawan dikatakan sebagai pemberontak. Kali ini pada zaman kemerdekaan para pemberontak tersebut dan baru disadari menjadi pahlawan. Misalnya saja pangeran diponegoro.

Setelah sokarno turun dari jabatannya ditandai dengan peristiwa G30SPKI. Digantikan olah soeharto yang pada waktu itu merupakan panglima TNI. Zaman ini disebut sebagai Orde baru menggantikan orde lama soekarno. Banyak terjadi pembaharuan mulai dari kondisi ekonomi sampai proyek pembangunan. Memperbaharui kondisi pada era soekarno. Akhirnya sejarah menulis kebesaran soeharto dan kemenangan baru, juga kabar baik bagi masyarakat indonesia. Penulisan sejarah nasional mulai di buat, yang dipelopori oleh nugroho notosusanto. Penulisan sejarah tersebut untuk diterapkan di pelajaran sekolah. Bukan hanya itu, peristiwa G30SPKI juga selalu ditanaman dibenak masyarakat dengan mewajibkan menonton film dokumenter peristiwa tersebut setiap hari peringatan dan kemerdekaan. Dalam film tersebut ditayangkan kebesaran TNI dan Soeharto yang menggambarkan kebobrokan PKI, yang pada waktu itu membantai kaum NU.
Ternyata, setelah memasuki era reformasi dengan tumbangnya rezim soeharto tahun 1998 bulan Mei. Suharto yang telah berkuasa selama 33 tahun, rakyat dimanjakan dengan hutang dari investor asing. Rakyat indonesia menjadi terkejut dengan kenyataan sejarah. Ternyata peristiwa G30SPKI dalangnya adalah soharto sebagai sarana legitimasi. Hal ini mulai diketahui dengan kebebasan media Pers untuk memberitakan kondisi pemerintahan soeharto.