Malam ini sangat riuh. Orang berlalu-lalang mencari
kesibukan yang entah apa itu namanya. Ada yang tersenyum tanpa sebab yang
jelas. Ada teriakan-teriakan kecil yang sangat tanggung. Saya duduk sendiri di
gazebo Macapat. Sengaja mencari kesunyian dan membuat jarak untuk sekedar
membuat ruang privasi. Uforia Piala Dunia 2014 telah usai. Ada yang menangis,
ada pula yang tetap tangguh menjunjung tinggi sportivitas. Kampanye presiden
juga sudah usai. Tapi masih riuh sampai sekarang. Seolah tidak ada sportivitas
dalam politik.
Sudah tiga hari ini saya menghabiskan waktu untuk
mempelajari sistem pertanian hortikultur. Saya menyebutnya pertanian alternatif
dan mandiri. Bila petani menanam segala jenis tanaman di sawah. Sistem hortikultur
tidak harus memiliki lahan luas. Bukan pula untuk mendapatkan kebutuhan
perekonomian. Ia hanya pertanian mandiri dengan memanfaatkan lahan di sekitar
rumah. Media tanam yang digunakan cukup ekonomis. Bisa menggunakan barang bekas
yang sudah tidak digunakan. Seperti botol plastik bekas air mineral dan jenis
kaleng yang bisa dimanfaatkan untuk pengganti polybag atau pot.
Dalam tiga hari kemarin, saya jalan-jalan di youtube untuk belajar bagaimana membuat pupuk organik. Mulai dari
pembuatan kompos limbah rumah tangga, sampah organik seperti dedaunan yang
seringkali mengotori halamain rumah.
Saya merasa, Jalan-jalan di dunia maya seringkali membosankan.
Bila aktifitasnya terlalu monoton. Misalkan hanya melihat status kawan. Melihat
judul-judul berita sensasional dan sesekali membukanya. Barangkali itu yang
dikatakan Yasraf Amir Piliang dalam buku dunia
yang dilipat. Manusia menjadi objek, bukan subjek. Seolah tanpa sadar kita
tergerus laju arus informasi tanpa ada pertimbangan dari dirisendiri untuk
memutuskan informasi apa yang akan kita cari tahu. Seringkali informasi
tersebut ditelan mentah-mentah tanpa ada proses ferivikasi untuk mencari
kredibelitasnya.
Untuk itu saya memutuskan menjadi subjek. Setidaknya
ogah dipermainkan media sosial yang
bisa menjerumuskan saya di liang kebingungan dan keresahan. Namun bukan berarti
saya tidak mau turut aktif memanfaatkan media sosial sebagai kanal berbagi dan
mencari informasi. Hanya saja, saya masih seringkali merasa dibuat tidak
berguna bila mengikuti percepatan informasi di media sosial. Selain itu,
beberapa kawan saya juga seringkali melakukan aktifitas yang tidak didasari
pertimbangan rasional dalam aktifitas dunia maya. Misalkan saja, baru bangun
tidur langsung buka facebook. Entah
apa yang dicarinya.
Ini hanya sedikit pledoi saya. Mengapa tiba-tiba mau
fokus mencari informasi sesuai kebutuhan dalam tiga hari ini. Selain persoalan
ambivalensi akut di dalam pesta demokrasi. Informasi di media sosial yang
saling menjatuhkan untuk kepentingan politis dalam pemilu presiden, seringkali
lenggang kangkung di beranda media sosial. Memang tidak menjadi persoalan. Itu
sah dalam demokrasi. Hanya saja harus berani bertanggung jawab.
Agar tidak menjadi generasi yang gagal paham dan
tertinggal informasi kekinian. Masing-masing dari kita memang harus berani
mengkonsumsi informasi sampah sekalipun. Setidaknya, bisa menjadi objek dan
bahan kritik. Namun tidak terus menerus tenggelam dalam arus informasi
tersebut.
Kembali ke perjalanan saya, mengapa pertanian
menjadi isu yang menarik bagi saya daripada hanya mengamati laju informasi di
media sosial. Sebenarnya iseng saja, daripada terus-terusan mengikuti
percepatan informasi tanpa tujuan jelas.
Seperti yang kita tahu, berbagai macam persoalan tercampur aduk menjadi satu.
Ada persoalan politik, budaya, cinta, sampai persoalan pribadi melankolis dan
amarah.
Di sekitar keriuhan monoton ini. Saya mengajak Budi Setiono, kawan saya dari STAIN Jember untuk menulis bareng. Akhir-akhir ini saya merasa Budi juga tenggelam dalam percepatan informasi. Seringkali ia marah-marah sendiri bila ada informasi politik hoax dari salah satu kubu calon presiden. Kemarahannya menguap begitu saja. Meski saya sendiri kadangkala juga begitu :).
Perjalanan saya di youtube, ternyata cukup menyenangkan. Ada banyak informasi baru
yang sebelumnya tidak saya mengerti. Apalagi soal pertanian. Saya bisa
merasakan, bagaimana enaknya mendapatkan informasi yang fokus. Meski terdapat perbedaan
sumber, informasi yang diberikan hanya bersifat saling melengkapi. Mulai dari pengalaman siswa SMA, mahasiswa,
dan petani dalam membuat pupuk organik.
Malam ini, dan untuk selanjutnya, setidaknya ada bentuk kesadaran pribadi untuk menjadi subjek seutuhnya. Bisa tetap mengkonsumsi percepatan informasi tanpa terperangkap dalam tempurung media mainstream. Dalam artian, bisa memanfaatkan informasi sebagai kanal ilmu pengetahuan sesuai kebutuhan pribadi dan jaringan sosial. Misalnya, bila saya membutuhkan informasi seputar pertanian hortikultur, saya bisa menerapkannya di rumah. Bila saya pulang nanti.
Saya hanya merasa, buat apa belajar bila tidak
ditulis. Bila tidak didiskusikan. Bila tidak diterapkan untuk kepentingan
bersama. Semoga saja, dari hasil belajar membuat pupuk organik dan pertanian
hortikultur saya bisa membuat taman sayuran di rumah :).
Jember, 14 Juli 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar