Selasa, 15 Juli 2014

Tiga Hari Meredam Ambivalensi




Malam ini sangat riuh. Orang berlalu-lalang mencari kesibukan yang entah apa itu namanya. Ada yang tersenyum tanpa sebab yang jelas. Ada teriakan-teriakan kecil yang sangat tanggung. Saya duduk sendiri di gazebo Macapat. Sengaja mencari kesunyian dan membuat jarak untuk sekedar membuat ruang privasi. Uforia Piala Dunia 2014 telah usai. Ada yang menangis, ada pula yang tetap tangguh menjunjung tinggi sportivitas. Kampanye presiden juga sudah usai. Tapi masih riuh sampai sekarang. Seolah tidak ada sportivitas dalam politik.

Sudah tiga hari ini saya menghabiskan waktu untuk mempelajari sistem pertanian hortikultur. Saya menyebutnya pertanian alternatif dan mandiri. Bila petani menanam segala jenis tanaman di sawah. Sistem hortikultur tidak harus memiliki lahan luas. Bukan pula untuk mendapatkan kebutuhan perekonomian. Ia hanya pertanian mandiri dengan memanfaatkan lahan di sekitar rumah. Media tanam yang digunakan cukup ekonomis. Bisa menggunakan barang bekas yang sudah tidak digunakan. Seperti botol plastik bekas air mineral dan jenis kaleng yang bisa dimanfaatkan untuk pengganti polybag atau pot. 

Dalam tiga hari kemarin, saya  jalan-jalan di youtube untuk belajar bagaimana membuat pupuk organik. Mulai dari pembuatan kompos limbah rumah tangga, sampah organik seperti dedaunan yang seringkali mengotori halamain rumah. 

Saya merasa, Jalan-jalan di dunia maya seringkali membosankan. Bila aktifitasnya terlalu monoton. Misalkan hanya melihat status kawan. Melihat judul-judul berita sensasional dan sesekali membukanya. Barangkali itu yang dikatakan Yasraf Amir Piliang dalam buku dunia yang dilipat. Manusia menjadi objek, bukan subjek. Seolah tanpa sadar kita tergerus laju arus informasi tanpa ada pertimbangan dari dirisendiri untuk memutuskan informasi apa yang akan kita cari tahu. Seringkali informasi tersebut ditelan mentah-mentah tanpa ada proses ferivikasi untuk mencari kredibelitasnya.

Untuk itu saya memutuskan menjadi subjek. Setidaknya ogah dipermainkan media sosial yang bisa menjerumuskan saya di liang kebingungan dan keresahan. Namun bukan berarti saya tidak mau turut aktif memanfaatkan media sosial sebagai kanal berbagi dan mencari informasi. Hanya saja, saya masih seringkali merasa dibuat tidak berguna bila mengikuti percepatan informasi di media sosial. Selain itu, beberapa kawan saya juga seringkali melakukan aktifitas yang tidak didasari pertimbangan rasional dalam aktifitas dunia maya. Misalkan saja, baru bangun tidur langsung buka facebook. Entah apa yang dicarinya. 

Ini hanya sedikit pledoi saya. Mengapa tiba-tiba mau fokus mencari informasi sesuai kebutuhan dalam tiga hari ini. Selain persoalan ambivalensi akut di dalam pesta demokrasi. Informasi di media sosial yang saling menjatuhkan untuk kepentingan politis dalam pemilu presiden, seringkali lenggang kangkung di beranda media sosial. Memang tidak menjadi persoalan. Itu sah dalam demokrasi. Hanya saja harus berani bertanggung jawab. 

Agar tidak menjadi generasi yang gagal paham dan tertinggal informasi kekinian. Masing-masing dari kita memang harus berani mengkonsumsi informasi sampah sekalipun. Setidaknya, bisa menjadi objek dan bahan kritik. Namun tidak terus menerus tenggelam dalam arus informasi tersebut.

Kembali ke perjalanan saya, mengapa pertanian menjadi isu yang menarik bagi saya daripada hanya mengamati laju informasi di media sosial. Sebenarnya iseng saja, daripada terus-terusan mengikuti percepatan informasi  tanpa tujuan jelas. Seperti yang kita tahu, berbagai macam persoalan tercampur aduk menjadi satu. Ada persoalan politik, budaya, cinta, sampai persoalan pribadi melankolis dan amarah.

Di sekitar keriuhan monoton ini. Saya mengajak Budi Setiono, kawan saya dari STAIN Jember untuk menulis bareng. Akhir-akhir ini saya merasa Budi juga tenggelam dalam percepatan informasi. Seringkali ia marah-marah sendiri bila ada informasi politik hoax dari salah satu kubu calon presiden. Kemarahannya menguap begitu saja. Meski saya sendiri kadangkala juga begitu :).

Perjalanan saya di youtube, ternyata cukup menyenangkan. Ada banyak informasi baru yang sebelumnya tidak saya mengerti. Apalagi soal pertanian. Saya bisa merasakan, bagaimana enaknya mendapatkan informasi yang fokus. Meski terdapat perbedaan sumber, informasi yang diberikan hanya bersifat saling melengkapi.  Mulai dari pengalaman siswa SMA, mahasiswa, dan petani dalam membuat pupuk organik.

Malam ini, dan untuk selanjutnya, setidaknya ada bentuk kesadaran pribadi untuk menjadi subjek seutuhnya. Bisa tetap mengkonsumsi percepatan informasi tanpa terperangkap dalam tempurung media mainstream. Dalam artian, bisa memanfaatkan informasi sebagai kanal ilmu pengetahuan sesuai kebutuhan pribadi dan jaringan sosial. Misalnya, bila saya membutuhkan informasi seputar pertanian hortikultur, saya bisa menerapkannya di rumah. Bila saya pulang nanti. 

Saya hanya merasa, buat apa belajar bila tidak ditulis. Bila tidak didiskusikan. Bila tidak diterapkan untuk kepentingan bersama. Semoga saja, dari hasil belajar membuat pupuk organik dan pertanian hortikultur saya bisa membuat taman sayuran di rumah :).
 
Jember, 14 Juli 2014.


Tidak ada komentar: