Jumat, 27 Juni 2014

Modus Penipuan Baru dan Hari Tersial Saya.

Jember, 20 Juni 2014.

Hari ini, saya memiliki agenda pribadi untuk segera menyelesaikan tugas akhir kuliah. Pada Tanggal 19 Juni kemarin, saudara saya dari Bali telfon. Ia sedang ada di rumah saya (Banyuwangi, Muncar). Ia menyakan kabar dan kapan saya bisa pulang ke Banyuwangi agar bisa menemaninya untuk sekedar ngopi, dan memancing ikan. Untuk itu, mengapa pada Tanggal 20 Juni, saya harus segera selesaikan revisi tugas akhir kuliah.

Sejak tadi pagi, HP saya memang sengaja saya singkirkan. Agar tidak mengganggu aktifitas mengerjakan tugas akhir. Saya memang tipe orang yang tidak bisa fokus ke banyak hal, agar konsentrasi terjaga, Hp saya singkirkan terlebih dahulu. Untuk hari ini saja.

Capaian saya untuk segera menyelesaikan revisi tugas akhir hari ini memang belum selesai. Pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB, Hp kembali saya tengok. Tiba-tiba ada pemberitahuan panggilan tidak terjawab dari Pak Lik saya yang ada di banyuwangi sebanyak 10 kali. Ada juga laporan panggilan tidak terjawab dari Pak Lik saya dari Jember sebanyak 4 kali. Tanpa meninggalkan pesan SMS. Saya berpikir sejenak, untuk mempertanyakannya. Ada apa ini ? Sebab, tidak biasanya keluarga saya menelfon atau memberi kabar. Kalau bukan persoalan yang penting.  

Tidak lama kemudian saya teringat, bahwa keluarga saya yang dari Bali masih di rumah. Barangkali ia ingin saya segera pulang untuk menemaninya. Tidak banyak pikir, karena hari juga sudah sore. Saya langsung tancap gas untuk pulang ke rumah Banyuwangi, sekitar pukul 18.00 WIB.

Saat sedang di perjalanan, masih sampai di Terminal Pakusari Jember, Hp saya kembali bergetar. Pak Lik dari Banyuwangi kembali menelfon.

“Lil, kamu dimana? (dengan bahasa Jawa),” tanya Pak Lik tergesa-gesa.
“Aku lagi di Jalan, Lik. Iki perjalanan pulang ke Banyuwangi. Ada apa Lik?,” tanyaku singkat.
 “Kamu apa ketangkap Polisi? Katanya kena kasus narkoba?”
“Kok bisa, saya lo seharian tidak kemana-mana? Kabar darimana itu?,” tanya saya penasaran.

Ternyata, menurut Pak Lik. Kabar saya tertangkap Polisi karena terlibat dalam kasus narkoba sudah menyebar ke beberapa tetangga. Rasa penasaran saya bercampur aduk dengan emosi. Siapa yang beraninya memberi kabar seperti ini. Pak Lik bercerita kalau siang tadi ada telfon dari seseorang yang mengaku dari kepolisian. Kebetulan yang menerima telfon Ibu saya, lewat Hp adik saya. Kurang lebihnya, orang yang mengaku Polisi tersebut berkata, “Anak anda sekarang ditangkap Polisi, karena terlibat kasus narkoba. Barang buktinya telah ditemukan di sakunya.”

 Ibu saya lalu menjawab, “ Siapa? Ulil ta?”
Sontak orang aneh itu menjawab “Iya, Ulil anak Ibu. Sekarang kasusnya mau diselesaikan secara kekeluargaan atau anak anda akan dipenjarakan? ”

Ada beberapa keanehan dalam obrolan tersebut. Pertama, ia tidak secara langsung menyebut nama saya. Ia hanya tahu nama saya setelah Ibu yang memberitahu. Saya yakin, bila Ibu bertanya, “Anak saya siapa namanya?” orang yang sedang menelfon Ibu saya tidak akan tahu siapa nama saya. Bila ini kasus penipuan untuk mendapatkan uang.

 Kedua, sejak kapan kasus narkoba bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan? Setahu saya, pelaku yang terlibat dalam kasus narkoba akan langsung dijebloskan ke penjara. Setelah melalui serangkaian proses peradilan. Atau setidaknya, ada prosedur administratif lewat surat resmi, bila menghubungi kelurga bersangkutan. Apakah ini modus penipuan baru? Pelaku bisa dilepas kembali setelah ditebus dengan uang lewat cara penyelesaian “kekeluargaan”.

Dalam setengah hari tadi, keluarga saya bingung setengah mati. Beberapa kantor kepolisian telah dihubungi untuk memastikan kabar tersebut. Kebingungan tersebut muncul karena Hp saya tidak bisa dihubungi atau tidak dijawab. Barangkali ini memang hari tersial saya. Keputusan untuk meninggalkan alat modernitas bernama Hp ini memang tidak bisa sepenuhnya ditinggalkan. Selama keberadaan saya sedang jauh dengan keluarga.

Baru besok pagi, saya akan memutuskan untuk pulang ke rumah. Setelah mendapatkan kabar buruk saat saya masih berada di jalan tadi. Selain itu, Pak Lik dan Mas Ipar saya yang ada di Jember ternyata sedang ngopi di depan kantor Radio Prosalina. Mereka sudah setengah hari ini juga bingung mendengar kabar buruk ini. Pak Lik dan Mas saya ini tinggal di daerah kecamatan Wuluhan. Mereka datang ke kawasan kampus hanya ingin memastikan keberadaan saya dengan mencari lokasi kos saya. Untuk itu, saya langsung putar balik menuju ke warung depan Prosalina dan tidak jadi pulang. Untuk menggali informasi lebih dalam, tentang kronologi permasalahannya .

Di depan kantor Radio Prosalina, saya memesan segelas kopi sambil makan tahu goreng. Pak Lik dan Mas Ipar saya terlihat mengamati fisik saya dalam-dalam. Tak banyak basa-basi saya langsung bertanya. Sebenarnya informasi ini datangnya dari mana?  Kedua keluarga saya itu pun bercerita. Kebetulan Mas Ipar saya, Bapaknya adalah seorang polisi yang berdinas di Polres Jember. Ia bertanya kepada Bapaknya. Dari obrolan tersebut, bahwa tidak ada operasi kasus narkoba di Jember tadi malam. Rasa kawatir Pak Lik dan Mas Ipar saya mulai reda. Mas Ipar saya lewat pendapat Bapaknya, bahwa kasus ini merupakan modus penipuan untuk mendapatkan uang.

Tidak lama kemudian, saya meminta nomor orang yang telah melakukan penipuan ini. Atau bisa dikatakan orang yang ingin mencemarkan nama baik. Dengan cara menyebar fitnah. Saya langsung menghubunginya, namun berulangkali tidak ia angkat. Ini nomor telfonnya 085 270 904 757.

Sebenarnya saya tidak ingin menyebarkan permasalahan saya ke publik. Hanya saja, ini kasus yang sangat berbeda. Sifatnya bukan permasalahan personal. Ini merupakan kasus yang melibatkan keluarga dan masyarakat sekitar. Semoga saja tidak ada lagi yang menjad korban. 


Jumat, 13 Juni 2014

Benih Anarki


Selama abad pertengahan, masyarakat Eropa dipenjara dogma Gereja. Tidak ada ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis. Semua peraturan jalan hidup manusia sudah diatur di dalam kitab suci Gereja. Semua nasib merupakan takdir. Manusia tidak memiliki otoritas (kebebasan) dalam menentukan perubahan nasibnya sendiri. Tidak ada karya seni yang diperuntukan kepada sesama manusia. Semua harus dipersembahkan kepada Tuhan. Bahwa hidup hanyalah sementara, kenikmatan hidup bukan di dunia tempatnya. Ia ada di dalam pencapaian surga.  

Memasuki abad XI, muncul sekelompok manusia yang ingin keluar dari belenggu dogmatis. Ingin menjadi manusia bebas dan segera membangun kerajaan surga di dunia yang bernama kebahagiaan. Semua yang ada di dunia bisa dimiliki, tanpa harus ada sekat-sekat nilai yang membatasi kebebasan. Gerakan ini bernama Free Spirit pada tahun 1.200 yang berkumpul di sekitar William Aurifex, Paris. Sikap berontak untuk menjadi manusia bebas secara utuh, merupakan benih-benih munculnya Anarki.

Serangkain bentuk perampasan hak sebagai manusia seutuhnya, terjadi di Indonesia sejak penjajahan Kolonial Belanda: hal mana juga menimbulkan benih-benih Anarki. Bagi Pramoedya Ananta Toer yang telah menulis potret kehidupaan era Kolonial Belanda mengungkapan, “Manusia dilahirkan bukan untuk diberangus.” Semua memiliki hak untuk mendapatkan kesempatan yang sama: kurang lebih demikian ungkapan Pramoedya Ananta Toer dalam buku Bumi Manusia.

Setidaknya, Pram telah menuliskan bagaimana potret kehidupan era penjajahan Kolonial Belanda di Indonesia (kala itu, Hindia Belanda). Bagaimana hubungan antara pemerintah Kolonial Belanda dengan pejabat pribumi yang saling menjaga nama baik, prestisius dan pola hidup mewah meski dari hasil keringat masyarakat pribumi. Kesempatan mengenyam pendidikan yang hanya dimiliki kelas elit pribumi.

Lebih tegas lagi, Multatuli dalam bukunya Max Havelar juga memberi potret peristiwa yang cukup detail. Multatuli yang memiliki nama asli Douwes Daker ini pernah menjadi Asisten Residen di Lebak, Banten. Ia dipecat karena mengkritik Bupati yang melakukan eksploitasi tenaga pribumi. Multatuli menjelaskan bagaimana stategi pemerintah Kolonial Belanda agar bisa menguasai Hindia Belanda. Pemerintah kolonial menerapkan politik etis dengan memanfaatkan sistem pemerintahan feodal yang sudah ada. Salah satu stateginya dengan memberikan kekuasaan ‘lebih’ kepada pejabat lokal. Hal ini dilakukan agar hubungan Pemerintah Kolonial Belanda dengan pejabat lokal tetap harmonis.

Masyarakat pribumi telah dieksploitasi tenaga kerjanya untuk menanam komoditi ekspor, terutama sejak tanam paksa 1830. Pemerintah Kolonial juga sengaja menjaga kepatuhan masyarakat pribumi kepada Bupati, pejabat kolonial dan lapisan masyarakat di atasnya,  agar tidak terjadi pemberontakan atau Anarki.

William Godwin, seorang pemikir Anarkisme era Revolusi Perancis, memandang manusia sebagai makhluk yang setara dan sama-sama memiliki hak dalam keadilan. “Apabila Pemerintah dihapuskan, dan individu hanya dibimbing oleh akal mereka sendiri, maka terciptalah sebuah masyarakat dengan keharmonisan tanpa batas,” ungkap Godwin dalam buku Anarki: Sebuah Panduan Grafis oleh Clifford Harper.

Godwin menilai keputusan bersama dengan cara dialog tidak bisa dijadikan pembenaran permanen sebagai legitimasi kekuasaan di atas individu. Menurutnya, hanya ada satu hukum yang memanusiakan, yaitu akal.
Ada satu cerita menarik dari Clifford Harper, tentanng pemberontakan petani di wilayah pedesaan Inggris. Ide Free Spirit mendorong sekolompok mahasiswa di Universitas Oxford abad XIV bersama pendeta radikal utopis, mengais masa dari petani, gembel, pelacur, eks-tentara, orang-orang buangan urban untuk meneriakkan kebebasan.

Pada musim semi 1381, sekelompok militer memaksa petani membayar pajak untuk membiyayai perang di Perancis. Para petani mempertanyakan kesenjangan yang timpang, antara penguasa feodal dengan petani. Mengapa petani harus patuh mengolah tanah, jika hasilnya diminta penguasa. Mengapa petani harus mempertahankan kemewahan pemerintah, yang mengenakan kain sutra dan makan roti, rempah, serta minum anggur. Sementara petani hanya punya gandum, seral, tepung, air putih dan harus berurusan dengan setumpuk pekerjaan di ladang. Dari situ, petani berontak. Menghancurkan rumah, kastil-kastil dan membakar surat kepemilikan tanah.

Sikap anarki dari kelompok maupun individu, tidak muncul tanpa sebab. Setiap sejarah revolusi yang terjadi di Perancis, Rusia, Kuba, dan Indonesia sendiri berawal dari munculnya dominasi kekuasaan. Lebih ekstrim lagi, ungkapan Lenin dalam Clifford Harper menyebutkan, “Selama negara itu ada, maka tidak akan ada kebebasan, dan ketika kebebasan itu ada, maka negara pun tidak ada.”

Lantas, bagaimana agar hubungan sesama manusia dalam tempurung negara tetap harmonis? Bagi Godwin, bila negara tidak bisa memanusiakan manusia, cara yang harus dilakukan adalah kekerasan. Namun, bukan itu cara yang beradap jika dibenturkan dengan kondisi masyarakat di Indonesia kekinian. Ia mengatakan, pemerintah yang baik adalah ia yang sedikit memerintah.

Bila aksi demonstrasi besar-besaran pernah terjadi di Indonesia pada 1998, untuk meruntuhkan Soeharto. Bisa dimaknai sebagai peristiwa yang seharusnya terjadi untuk merubah keadaan. Lantas, setelah Soeharto turun dari kekuasaan, dan kran kebebasan demokrasi sudah didapat, apakah setiap aksi demo bisa dimaknai sebagai tuntutan yang seharusnya terjadi? Atau sebaliknya, Anarki dimaknai bukan hanya untuk mendapatkan kebebasan, melainkan realitas Anarki yang sengaja dibentuk untuk memperoleh hak melebihi ketentuan.


Tahun Baruan Bersama Jagung dan Ayam

02 januari 2014.


Tidak terasa, umur semakin tua saja. Sekarang sudah Tahun 2014. Kebutuhan juga semakin bertambah. Kemarin pagi, Selasa 31 Desember, masih di Tahun 2013 saya berangkat ke sawah untuk memanen jagung. Terhitung sudah tiga bulan lebih sejak November, saya menunggu hari panen.

Perlengkapan untuk memanen sudah disiapkan Pak Lek, (Adik Bapak saya). Jadi saya tinggal berangkat. Cukup membawa satu botol air mineral berisi 1,5 liter untuk kebutuhan minum. Pagi itu, saya mengenakan pakaian kaos hitam lengan pendek dan celana ¾. Topi dan kaos lengan panjang saya bawa untuk kebutuhan kerja.

Hujan di Bulan Desember turun hampir  setiap hari. Sebuah ancaman bagi petani yang sedang memanen jagung. Apabila jagung dipanen dan tidak segera dijemur maka akan timbul bintik-bintik hitam pada jagung. Hal itu membuat harga jagung turun.

Kondisi jagung milik saya sudah cukup kering di pohonnya. Sehingga saya berani untuk memanen lalu mengendapkannya apabila harganya terlalu murah. Biasanya untuk mengantisipasi terjadinya bintik hitam pada jagung, petani menjual jagung dalam kondisi belum dirontokkan (masih utuh). Atau sudah dirontokkan tapi dalam kondisi basah.

Kabarnya, harga jagung saat ini di daerah saya, Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, Banyuwangi mencapai 2.800 perkilo dalam kondisi kering dan  basah 1.900. Dan saya memutuskan menjualnya dalam kondisi basah. Soalnya tidak ada yang ngurus karena saya harus ke Jember.

Perjalanan dari rumah ke sawah membutuhkan waktu  sekitar 10 menit. Maklum, jalannya rusak. Belum lagi harus melewati jembatan gantung yang terbuat dari anyaman bambu. Cukup ngeri kalau tidak pernah. Panjang jembatannya sekitar 20 meter. Kapan-kapan saya foto sebelum roboh.

Sampai di sawah, saya langsung ambil jarum yang terbuat dari bambu untuk menusuk ujung kelobot jagung. Baru dapat tiga biji jagung yang saya masukkan ke dalam timba bekas cat, saya sudah kena semprong Pak Lek. “Ojo gawe kaos lengen cendek, gatel kabeh engko,”  omelannya tidak saya pedulikan. Ternyata benar, baru lima menit kerja tangan mulai terasa gatal. Saya langsung ganti baju lengan panjang.

Tanaman jagung yang saya panen sekitar seperempat hektar. Dulu sewaktu tanam menghabiskan tiga kilogram benih. Kalau tanamannya normal bisa panen 1,5 ton.  Tapi kelihatannya tanaman saya ini kurang bagus. Ada yang buahnya besar dan kecil. Terkadang sesuai lokasi lahannya. Biasah, tanah yang saya tanami bekas tambak. Jadi belum normal. Masih ada kadar garamnya.

Proses Panen

Petani di desa saya menyebut panen jagung dengan sebutan mecok. Biasanya sebelum panen, petani bekerjasama dengan peternak sapi agar tanaman jagung diplancongi (memotong ujung tanaman jagung). Petani butuh tanaman jagungnya diplancongi agar memudahkan proses panen, sedangkan peternak membutuhkan hasil plancongan untuk pakan sapi.

Cara panennya sederhana. Ujung kelobot jagung ditusuk dengan jarum besi atau dari bambu lalu dikelupas. Untuk memudahkan proses pemindahan, jagung ditaruh ke dalam timba sampai penuh lalu dimasukan kembali ke dalam karung. Setelah itu baru diangkat ke tempat pengumpulan. Agar tidak basah, karena tanah agak becek, tempat pengumpulan jagung dilapisi terpal.

Belajar jadi petani

 
Pak Lek sedang memanen jagung yang sudah diplancongi













Mengelupas kelobot jagung

Melepaskan jagung dari pohon




















Buang ke tempat sampah J
Jagung siap dimasukkan ke dalam karung



















Tunggu sampai karung terisi penuh

  
Angkat jagung dalam karung
menuju tempat pengumpulan





















Tim kerja rodi

 
Pak Lek yang satu juga mengangkat jagung dalam karung




















Tuang adonan J

Waktu itu saya baru menyadari kalau ini hari akhir tahun. Esok hari sudah tahun 2014. Rata-rata semua orang sibuk mempersiapkan perayaan tahun baru. Sedangkan saya  mau tidur saja karena terlalu lelah.

Sebelum pulang, karena hari sudah sore, sekitar pukul 15.30 WIB dan awan terlihat menggumpal hitam. Pertanda hujan mau turun. Pak Lik menutupi hasil pengumpulan jagung panen dengan terpal.

Dampak Perayaan Tahun Baru Bagi Petani

Menjelang malam tahun baru, saya sedikit senang karena hujan turun semalam penuh. Setidaknya saya bisa tidur nyenyak karena jarang terdengar suara terompet di jalan: untuk menyambut pergantian tahun.
Malam itu, saya punya rencana sederhana untuk menyambut tahun baru. Tanpa harus keluar rumah. Sebelum tidur nyenyak, saya dan Pak Lik memanggang ayam Ibu yang tidur di pojok belakang rumah. Setelah ayam tersebut matang, Ibu baru saya kasih tahu. Dan ternyata kami malah makan bersama. Tanpa banyak ngomong.

Sebenarnya saya hanya ingin tidur nyenyak dan bisa bangun dengan kondisi badan segar. Setelah itu berangkat ke sawah lagi untuk menjual jagung. Saya tidak perlu kawatir dengan keadaan jagung yang saya inapkan di sawah. Desa saya masih aman dari maling. Apalagi malam tahun baru, pasti malingnya juga sedang berlibur.

Pagi itu, 1 Januari 2014, saya berangkat ke sawah dengan semangat. Karena dompet saya akan terisi kembali. Kami bertiga (Saya dan kedua Pak Lik) berbagi tugas. Ada yang menghubungi pedagang jagung, Ada yang melanjutkan pekerjaan di sawah, dan saya cukup standby di lokasi.

Saya duduk di gubug sawah, menunggu kedatangan Pak Lik. Setengah jam kemudian, dia terlihat memarkir sepeda lalu berjalan tergopoh-gopoh. Saya hanya berfikir. Semoga saja tidak ada apa-apa. Belum sampai di gubug, masih sekitar 50 kilometer Pak Lik sudah teriak, “pedagang jagunge sek tahun baruan.” Ia sudah mencari pedagang jagung yang buka, tapi hasilnya nihil. Semua tahun baruan.

Pak Lik saya yang satunya sedang menyemprot pestisida ke tanaman cabai dengan tenang. Tidak berkomentar banyak. Tidak lama kemudian setelah ia istirahat, baru mau berbagi cerita. Ternyata ia senasib dengan saya. Tidak menyangka kalau semua orang baik tua maupun muda di desa sedang sibuk merayakan tahun baru, “Wingi aku jual lombok pisan, eh tibak,e juragan lomboke persiapan tahun baruan pisan,” ungkapnya dengan tenang sambil melinting tembakau.

Saya masih tidak percaya kalau rata-rata pedagang hasil pertanian sedang tahun baruan. Saya ngomel ke Pak Lik agar mau mencari ulang pedagang yang masih buka. Ia pun kembali berangkat, namun hasilnya tetap nihil.

Karena tidak ada kerjaan di sawah, saya hanya tiduran di gubug. Tidak terasa sudah zuhur. Pak Lik terlihat sedang wudu, mau melaksanakan salat. Saya memutuskan untuk pulang, sambil menggerutu. Jagung terpaksa saya inapkan kembali.


*Catatan: Semua foto diambil menggunakan kamera Handphone Samsung GT- 3322. Resolusi 1600×1200. Dua Megapixel. 

Petani Waspadai Serangan Hama Tikus

Petugas Dinas Pertanian UPTD bersama kelompok tani
sedang mencari lubang sarang tikus. (koleksi foto pribadi)
Senin, (10/02) Mahasiswa Kuliah Kerja Kerja Nyata Universitas Jember (KKN UJ) gelombang pertama Tahun Ajaran 2014 kelompok tiga turut berpartisipasi dalam kegiatan praktek pengendalian hama tikus di Desa Badean, Bangsalsari, Jember. Penyuluhan untuk memberantas hama tikus tersebut diadakan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Badean bekerjasama dengan Dinas Pertanian UPTD Bangsalsari.

Menurut Suadpodo Benyamin, Petugas Pelaksana Lapangan, UPTD  Pertanian Bangsalsari, pengendalian hama tikus perlu dilakukan agar hasil panen petani bisa maksimal. Saat ini, hama tikus di Desa Badean masih relatif aman. Kondisi berbeda terjadi di Desa Panti, tikus sudah membuat banyak tanaman Padi dan jagung rusak.

Praktek pengendalian hama tikus dilakukan dengan cara menyisir pematang sawah untuk mencari sarang tikus terlebih dahulu. Kemudian, sarang yang diyakini terdapat hama tikus langsung diberi asap beracun. Ketua Gaboktan, Sumadi mengatakan, pemberantasan hama tikus dengan racun yang terbuat dari belerang ini cukup efektif. Tikus bisa langsung mati di dalam sarangnya.

Sesudah melakukan percobaan memberantas hama tikus, Mahasiswa KKN UJ bersama Gapoktan, UPTD Pertanian Bangsalsari dan perangkat Desa Badean berdiskusi seputar penanganan hama tikus. Suadpodo  memberikan penjelasan  kepada para petani agar menutup semua lubang tikus terlebih dahulu sebelum diracun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan tikus di dalam sarang. “Kalau semua lubang sarang tikus ditutup, nanti kita akan tahu sarang tikus mana yang ada isinya ketika ada lubang yang kembali terbuka setelah disumbat,” jelasnya.

Melonjaknya hama tikus disebabkan putusnya rantai makanan. Predator seperti burung hantu, ular dan Garangan sudah banyak diburu. Padahal, predator burung hantu dalam sehari bisa membunuh tikus sampai 8 ekor. “Jadi seperti burung hantu dan garangan jangan dibunuh,” ungkap Suadpodo saat menuturi petani.

Kegiatan praktek pengendalian hama tikus tersebut juga memberi pengetahuan kepada Mahasiswa KKN UJ.  “Kita kan berasal dari fakultas yang berbeda-beda, tidak hanya dari pertanian. Jadi dari kegiatan tersebut kita bisa tahu bagaimana cara membunuh tikus dengan asap beracun,” ungkap Angga Fitroni, Koordinator KKN UJ Desa Badean.