Kamis, 15 November 2012

Korupsi Merupakan Masalah Bersama?


Permasalahan kopursi di Indonesia memang sudah mendarah daging, seakan menjadi pelumas kerja-kerja pemerintah. Jika tidak korupsi, maka pekerjaan akan tersendat. Kasus Simulator Sim yang dialami oleh polri barangkali merupakan ujung kejenuhan masyarakat. Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga pemberantas korupsi di Indonesia masih kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Nyatanya, Polri dengan KPK masih berebut hak untuk menuntaskan kasus simulator sim, bukan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, meski secara teori kedua lembaga tersebut sama-sama ingin menyelesaikan ‘satu kasus’ secara jujur.

Korupsi bagi saya merupakan salah satu penyebab dominan terjadinya kemiskinan struktural. Istilah yang kaya semakin kaya, dan si miskin menjadi semakin miskin seakan menjadi nyata. Sebab, uang hasil korupsi yang seharusnya digunakan kepentingan bersama, menjadi kepentingan pribadi.

Misalkan uang untuk subsidi pendidikan dikorupsi, lalu digantikan dengan pungutan liar, yang muncul adalah ‘pendidikan itu mahal’ dan tidak bisa diakses oleh lapisan kelas bawah. Padahal konstruksi pendidikan formal di Indonesia merupakan salah satu jalan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Ijazah sebagai legitimasi mendapat pekerjaan layak dan sebagainya.

Budaya korupsi Indonesia, tidak terlepas dari akar sejarah pemerintahan di Indonesia, mulai sebelum merdeka. Meski sudah merdeka, budaya korupsi masih saja lestari. Sebab tidak adanya peraturan yang tegas untuk merubah undang undang yang membuat pemerintah jera melakukan tindak korupsi. Bahkan cenderung tetap dibiarkan berkembang biak.

Mulai berlangsungnya penjajahan kolonial Belanda, budaya korupsi sudah menjadi hal lumrah bagi para bangsawan atau elit desa. Kolonial belanda hanya memanfaatkan elit desa seperti pamong praja untuk menarik pajak berupa hasil bumi dari rakyat. Siapa yang paling banyak dan tepat waktu menarik pajak, maka para bangsawan akan lebih dihargai oleh kolonial Belanda. Para elit desa bisa menarik pajak melebihi jumlah yang sudah ditentukan oleh kolonial Belanda.i

Peralihan kekuasaan dari Belanda, juga masih terjadi praktik korupsi. Ketika Jepang mampu menaklukan Amerika, tahun 1942 pada perang dunia ke II, bangsa Indonesia turut merayakannya, sebab Jepang membantu mengusir Kolonial Belanda di Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut hanya bersifat sementara. Jepang hanya memanfaatkan rakyat Indonesia untuk menanam tanaman nonsubsisten, untuk kebutuhan perang, seperti karet. Maka dari itu, semua kebutuhan pangan, sampai pakaian, dikelola langsung oleh Jepang. Sampai muncul peraturan yang melarang penimbunan barang hasil bumi.ii

Di era revolusi pada pemerintahan orde lama 1947, dibeberapa daerah yang belum mengetahui betul kemerdekaan, masih menerapkan peraturan melarang menimbun seperti masa pemerintahan Jepang.iii Akan tetapi peraturan tersebut hanya berlaku untuk rakyat, tidak berlaku bagi pemerintah atau militer.iv

Jika memang konsep negara demokrasi, pemerintah lebih mendahulukan kepentingan rakyat, maka permasalahan korupsi harusnya tidak sampai membudaya. Melainkan cukup menjadi permasalahan yang kasuistis, atau tidak berlaku secara umum. Bisa diminimalisir lewat peraturan pidana secara tegas dan sistematis, ketika dipenjara atau sekedar denda tidak membuat jera. Jika tidak, ketimpangan antara pemerintah dan masyarakat akan terus terjadi. Istilah kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya hanya menjadi lembaran sejarah, tidak benar-benar dirasakan bangsa Indonesia.

Secara politis Indonesia memang sudah merdeka, tetapi rakyat belum sejahtera. Korupsi masih membudaya, belum menjadi musuh bersama. Ketika ditingkatan politis, atau lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan kasus korupsi belum didukung secara penuh dan menyeluruh. Dukungan tersebut akan lebih cepat jika langsung dari pemerintah. Sebab Rakyat hanya memiliki suara, yang masih dipertimbangkan lewat badan eksekutif. Jika pemerintah belum mendukung, dan masih saling melindungi jika terjadi kasus korupsi, maka celah-celah untuk terus melakukan tindakan korupsi akan terus terjadi.

Dalam kerangka negara demokrasi, rakyat dalam konteks kepentingan negara, berhak bersuara. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada masa reformasi 1998, merupakan puncak kejenuhan rakyat. Rezim Soeharto akhirnya runtuh, ketika semua elemen di masyarakat bersatu. Menjadikan orde baru sebagai musuh bersama. Semua Ideologi dalam organisasi yang memiliki tujuan berbeda, bisa menyatu. Ada yang melawan lewat kesenian, tulisan v, demo. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi maupun yang tidak, semua seakan bersatu untuk sejenak meninggalkan bangku perkuliahan.

Sama halnya dengan permasalahan korupsi, ketika rakyat bisa bersatu, dan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama, bisa jadi akan terjadi budaya baru untuk menghapuskan korupsi. Meski permasalahan yang kita alami sekarang tidak sama dengan era Orde baru. Jika orde baru musuhnya jelas, yaitu Soeharto, kalau sekarang adalah ‘budaya’ korupsi.

Untuk mengubah pola fikir yang sudah membudaya bisa dikatakan memang sulit. Peran kelas menengah seperti guru, wartawan, dosen dan kelompok akademisi memang perlu digerakan untuk memberi pemahaman terhadap bahaya korupsi. Pemahaman tersebut bukan hanya bagi pemerintah, dan masyarakat, melainkan untuk generasi penerus.

Seperti yang dikatakan Antonio Gramsci tentang konsep Hegemoni kekuasaan, peran kelas menengah menjadi basis suprastruktur untuk mengubah pola fikir masyarakat agar terjadi revolusi ideologis.vi Proses penyadarannya bisa dengan beragam cara, lewat tulisan, musik atau karya seni. Hal ini juga pernah terjadi pada abad pertengahan di Eropa, ketika dominasi gereja membatasi kebebasan berfikir dan ilmu pengetahuan. Sebab kebenaran yang mutlak hanya ajaran gereja, tentang bumi itu datar dan matahari yang mengelilingi bumi. Hingga muncul pemikir seperti Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat dan Martin Luther yang menentang ajaran penebusan dosa dengan membeli undulgensia.vii Sampai berkembangnya ilmu pengetahuan untuk memberikan penyadaran agar selalu mempertanyakan kebenaran.

Salah satu bentuk perlawanan lewat tulisan memang tidak dapat melukai, namun bisa lebih menyakiti. Seperti lewat tulisan di media pers, selain kita dituntut berani terbuka dan bertanggung jawab atas apa yang kita katakan. Oleh karena itu, gagasan lewat tulisan yang dipublikasi merupakan salah satu pilar demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. Selain itu, seni juga merupakan media yang efektif untuk memberikan penyadaran, lewat kebebasan berbicara dan berkarya.

Pengajaran kurikulum tentang penjegahan korupsi memang harus diterapkan sejak dini, lewat pelajaran sekolah maupun perguruan tinggi. Jika memang ingin membentuk budaya baru tentang bahaya korupsi lewat pengajaran sejak dini. Sebab generasi bangsa lah yang nantinya akan menggantikan posisi pemerintahan, dan pasti bagi mereka yang berkualitas secara moral dan pemikiran. Agar tidak bannyak orang bodoh yang duduk di kursi pemerintahan, dan berlagak jadi tuan besar, sedang orang yang pandai hanya menjadi penjual kacang. Selain memang budaya korupsi dapat dihapuskan, dan tidak ada lagi kegelisahan seputar korupsi.

Refrensi:

Kompas.Com
Arsip Koran: Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie
http://persma-ideas.blogspot.com
Lucas, E Antony. Peristiwa Tiga daerah. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1989
Gramsci, Antonio. Negara dan Hegemoni, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Sundoro, Muhammad Hadi. 2006. Sejarah Peradaban Barat Klasik. Jember: UPT Penerbitan Universitas Negeri Jember.



i Lucas. Peristiwa Tiga daerah (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1989)

ii Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, koran ‘pembangoen’, edisi 26 november 1943, tentang pembagian makanan untuk rakyat dimasa perang, bahwa pada 25 November 1943 di Bogor telah diadakan rapat umum di pimpin oleh Hoa Kiau Chung Hwee, hasil rapat tersebut telah disepakati lima keputusan antara lain menyokong pemerintah dengan sekuat kuatnya dibelakang garis perang, bersumpah mengerahkan segala tenaga dalam urusan pembagian barang, menjauhkan kelakuan dan perbuatan yang merintangi soal pembagian barang makanan, serta bersama sama mengajukan permintaan pada yang berwajib untuk menjatuhkan hukuman seberat beratnya terhadap mereka yang berbuat curang, bersumpah mengemat pemakaian beras, tidak menimbun beras dan senantiasa mempergunakan barang makanan tambahan, kemudian yang terakhir untuk membuktikan keputusan tersebut diatas, memutuskan mendirikan penyokong diantara rakyat jelata dengan membentuk badan penyokong soal barang makanan dalam masa perang.

iii Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, Peraturan undang-undang di besuki yang dimuat dalam koran ‘Berita Republik Indonesia’ edisi 1 Januari 1947. Sebuah peraturan yang dirumuskan oleh badan eksekutif tanggal 26-8-1946 dan dengan persetujuan Komite Nasional Daerah Keresidenan Besuki. Dalam Undang-undang nomor 12 pasl 1 tentang larangan menimbun barang. yang berisi “siapapoen tidak boleh mengoempoelkan barang dengan tidak sepatoetnya ataoe menahan barang yang sepatoetnya didjoeal.” Lebih lanjut dalam pasal dua, “barang terseboet merorpakan segala hasil boemi. Perkeboenan, peroesahaan, keradjinan, dan perindoestrian, barang siapa yang melanggar peratoeran ini di hoekoem kurungan paling lama tiga boelan, dengan denda seratoes roepiah, sedangkan barangnya dapat dirampas, walaoepun barang itoe kepoenyaan orang lain dari jang di hoekoem’ Keputusan tersebut disahkan di Bondowoso, 19-09-1946, Mr Soerjadi sebagai Residen Besoeki waktu itu.

iv Arsip Nederlands instituut voor oorlogsdocumentatie, Lop.cit Edisi 01-09-1046,

v Lembaga Pers Mahasiswa Sastra, tahun 1994 pernah mengalami tekanan dari
pemerintah orde baru. Media Suara Aspirasi Sastra (SAS) di bredel, karena telah mewawancarai Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis novel yang bergabung dengan Lembaga kesenian rakyat (Lekra), sebuah lembaga yang dilarang era Orde baru. Lihat http://persma-ideas.blogspot.com diakses pada 12 November 2012.

vi Gramsci, Negara dan Hegemoni, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
yii Hadi Sundoro, Sejarah Peradaban Barat Klasik. Surat penebusan dosa dimanfaatkan untuk kepentingan gereja, dosa manusia bisa ditebus dengan membeli surat penebusan dosa (Undulgensia).

vii Hadi Sundoro, Sejarah Peradaban Barat Klasik. Surat penebusan dosa dimanfaatkan untuk kepentingan gereja, dosa manusia bisa ditebus dengan membeli surat penebusan dosa (Undulgensia).

Tidak ada komentar: